Dunia peternakan sebagai bagian dari salah satu
komponen pembangunan di Indonesia menjadi hal yang sangat diperhitungkan.
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan
pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan peternakan sebagai komponen
revitalisasi pertanian di Indonesia.
Keinginan pemerintah ini ternyata tidak dapat
terealisasi dengan lancar. Karena ternyata terjadi ketimpangan di lapangan.
Kondisi ini membuat berbagai pihakyang terkait kewalahan menanganinya.
Harga daging yang melonjak tinggi akhir-akhir ini
adalah satu contoh nyata bahwa ternyata revitalisasi peternakan tidaklah
semudah yang direncanakan. Harga pakan yang tinggi serta ulah spekulan yang
tidak dapat dicegah merupakan salah satu penyebab
tingginya harga daging.
Serangan penyakit juga menjadi hal yang dapat
menghambat tercapainya program revitalisasi peternakan. Flu burung yang
menyerang Indonesia akhir-akhir ini membuat menurunnya pendapatan para peternak
unggas. Tidak bisa dipungkiri hal ini adalah buah dari opini publik yang sudah
terbentuk.
Eksistensi peternakan Indonesia dapat kita cermati
dari 4 aspek, yakni aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya
modal dan kebijakan pemerintah.
1. Aspek Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini budaya beternak di Indonesia semakin
menurun dan masyarakat pun cenderung beralih ke sektor industri dan
perdagangan. Iklim dunia peternakan di Indonesia yang kurang menjanjikan
membuat masyarakat mulai meninggalkan dunia peternakan. Masyarakat desa yang
identik dengan dunia ternak dan dunia tani akhir-akhir ini mulai meninggalkan
kebiasaan mereka tersebut. Banyak para generasi muda yang memilih berurbanisasi
ke perkotaan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka kita
dapat memprediksi eksistensi dunia peternakan beberapa dekade ke depan.
Peternakan rakyat di pedesaan akan mulai menghilang karena sudah tidak ada lagi
penerus usaha keluarga yang biasanya dalam skala kecil.
2. Aspek Sumber Daya Alam
Sumber daya alam Indonesia sangatlah kaya dan
berpotensi untuk kelanggengan peternakan. Namun bencana yang terus melanda
Indonesia turut mempengaruhi kondisi peternakan. Apalagi saat ini kita melihat
efek dari global warming yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Kekurangan
air dan pakan menjadi problem utama dari peternakan yang tentu saja tidak dapat
dihindari.
Dengan kondisi seperti ini maka peternakan
kehilangan perannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegagalan
ekosistem (akibat ulah manusia) menjadi hal yang
sangat vital dalam keberlangsungan peternakan. Ekosistem yang tidak menunjang
membuat peternakan mengalami perubahan siklus yang semestinya. Hal tersebut
berpengruh pada manajemen, feeding dan breeding yang biasa berlaku di dunia
peternakan. Contohnya, kebuntingan sapi yang sulit lagi diprediksi karena pakan
yang tidak tersedia dengan baik. Atau, musim beternak ayam broiler yang tidak
tentu karena cuaca buruk di sepanjang tahun.
3. Aspek Sumber Daya Modal
Sudah menjadi hal yang lumrah, ketika iklim usaha
peternakan melesu maka secara otomatis para pemilik modal akan melirik sektor
usaha yang lain. Sangat sedikit pemodal yang bersedia berinvestasi di dunia
peternakan. Ketidakpastian usaha bisa menjadi bumerang bagi pengusaha. Bukannya
keuntungan yang akan dicapai malah mungkin kerugian yang melanda pengusaha.
Pada kondisi ini pemerintah hanya bisa menghimbau
pemodal untuk berinvestasi di dunia peternakan. Tapi apa mau dikata, pemerintah
pun tidak bisa berbuat lebih banyak karena pemerintah sendiri tidak mempunyai
cadangan devisa yang tinggi untuk memenuhi sekor peternakan. Hampirsemua sumber
daya modal diserahkan ke pemodal swasta yang notabene adalah
pengusaha asing.
4. Aspek Kebijakan
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama
initidak selamanya berpihak pada peternak rakyat. Kebijakan impor yang mengalir
deras membuat peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri
yang lebih murah. Misalnya, hampir semua daging sapi yang ada dipasaran dalah
daging impor. Daging impor bisa lebih murah karena di negeri asalnya diberi
subsidi yang dapat menurunkan harga. Sedangkan pemerintah Indonesia tidak dapat
melakukan hal itu. Alih-alih subsidi, devisa negara saja terus menipis.
Kalah bersaing adalah faktor yang membuat masyarakat
enggan untuk melakukan usaha peternakan. Masyarakat tidak mau rugi karena biaya
produksi yang tinggi sedangkan harga jual yang murah. Tidak terdapat margin
yang memadai diantara keduanya. Untuk itu masyarakat lebih tertarik memilih
sektor lain dibanding sektor peternakan.
Maka dari itu, akankah peternakan di Indonesia tetap
eksis di masa yang akan datang. Padahal peternakan adalah sektor penyedia
surplus pangan bagi masyarakat. Apabila kebutuhan pangan saja belum bisa teratasi
maka negara tersebut terkategori negara miskin. Untuk itu, semuanya kembali
pada kita sebagai masyarakat Indonesia.
(Referensi : Ekonomi
Pembangunan dan Perencanaan, ML. Jhingan, 2004)